Salah satu jenis kerja musik yang saya paling doyan jelajahi adalah reinterpretasi satu sekolah musik oleh seseorang dari luar aliran bersangkutan.
Hasilnya seringkali adalah karya yang ajaib dan segar betul.
Salah satunya, adalah ketika Chick Corea, die wunderkind, mantan pianis Lionel Hampton yang ramuan tuts keyboard nya ranging dari imajinatif sampai bikin pusing kepala itu (iya lho ... baru setelah denger beberapa album 'eksperimental'nya saya ngaku kalo keyboard ternyata sangat bisa dibikin jadi semembingungkan instrumen tiup di bibir Coltrane) main bareng Friedrich Gulda dan Harnoncourt. Dua pianis yang disebut belakangan itu namanya sering terdengar di belantika musik klasik. Gulda sering tersua kalo lagi nyari CD nya Beethoven, sementara Harnoncourt lebih sering main musik dari jaman baroque. Itu juga kalau nggak salah. Abis gimana, saya kan sebenernya buta musik, cuma ngerti dengerin dan bilang sreg atau nggak ...
Biar begitu, ketika denger trio Corea, Gulda dan Harnoncourt main concerto piano no. 23 dan 26 nya Beethoven dengan dikawal Royal concertgebouw (konon orkestra nomor satunya Belanda) ... ada sesuatu yang menyeruak naik. Kegairahan yang berbeda dari interpretasi-interpretasi Bethoven lain yang pernah saya dengar. Tempo yang longgar, dan begitu cerdas dimain-mainkan. Dan ah .. ah .. di interpretasi Bethoven mana lagi bisa didengar salah satu pianis tiba-tiba berhenti main dan sekedar mengikuti lajunya beat dengan tepukan tangan ritmis satu dua satu dua ?
Karya lain yang saya suka, adalah Yo Yo Ma playing the music of Astor Piazzola. Menurut sahibul cerita, Astor Piazzolla adalah pendekar bandoneon yang merevitalisasi tango di jagad musik Argentina. Sementara Yo Yo Ma? yang saya tahu sih, cellist kelahiran Paris ini lebih sering saya lihat di cover CD yang mengusung Brahms, Schumann atau Mozart. Tapi pas si bapak berkacamata ini menggesek cellonya demi nama Astor Piazzolla ... wah ... saya seperti diterbangkan begitu saja ke ranah latin dimana gairah bertebaran di udara seperti serbuk bunga.
Album Ma bertahun 1997 ini dibuka oleh 'libertango', yang tempo monoton menghentaknya menjelma jadi ajakan untuk tak kepalang tanggung melebur dalam passion dan gelegak. Dan sepanjang Cd ... duh, itu cello bisa-bisanya seolah berubah-ubah bunyi. Terkadang miris terkadang galak, nggak kalah tangguh dari bandoneon yang -sebelum dengerin CD ini- terkesan paling pas menceritakan Tango.
Ya, dua album di atas itu lah yang bikin saya nggak lelah berburu campur sari interpretasi lain. Kerja dari manusia-manusia yang tak betah untuk dibatasi oleh pagar-pagar maya yang membelenggu begitu banyak kolega mereka. Mendengar dan menikmati mereka bermain-main di luar zona nyaman masing-masing seolah menginspirasi diri untuk selalu berbuat serupa ...
Friday, June 17, 2005
Subscribe to:
Posts (Atom)