Memphis, 1933.Meski perbudakan di Amerika sudah dihapuskan berpuluh tahun sebelum 1933, namun prasangka dan diskriminasi terhadap mereka yang berkulit gelap masih tetap marak dipraktekan. Itu adalah hari-hari di mana polisi dapat menciduk siapa saja yang berkulit gelap dari rumah mereka, dengan tuduhan yang direka-reka, membawanya ke satu sudut kota, menggebukinya hingga patah leher, dan meninggalkannya di sana.Fannie Henderson, 18 tahun. Terbangun di tengah malam, mendengar bentakan interograsi sekelompok polisi. Seorang pemuda negro terjerat masalah malam itu, di gang yang memisahkan rumah Fannie dengan gedung di sebelahnya. Entah apa masalahnya, para polisi mulai memukuli pemuda tadi, lagi dan lagi, tangan dan kakinya diborgol, ia tak bisa lari. Fannie Henderson berlari ke kamar lain, di mana temannya tidur. Namun temannya memilih untuk tak hirau akan apa yang tengah terjadi, 'pergilah tidur, tak perlu kau turut campur'.Namun Fannie tak pergi tidur lagi, ia memilih untuk berdiri di depan jendela dari mana ia bisa melihat semua yang terjadi. Ia mendengar dan melihat pemuda itu dipukuli hingga setengah mati, tak banyak yang bisa ia lakukan. Ia melihat moncong senapan diarahkan ke arah onggokan tubuh yang menggigil minta dikasihani. Fannie muda mendengar senapan-senapan menyalak, dan tubuh yang diterjang peluru mengejang dijemput maut. Ia tak pergi tidur, ia memilih untuk jadi saksi.Dan esoknya, Fannie mencari tahu siapa pemuda yang sial malam itu. Ditemukannya alamat, maka iapun pergi ke rumah yang tengah berduka. Istri pemuda itu sedang sakit, terbaring lemah di tempat tidur, ia telah dengar apa yang membuat suaminya tak pulang malam tadi. Fannie tinggal di rumah yang tengah berduka itu, dua hari lamanya. Menghibur dan menawarkan tangan yang mengasihi, menangis bersama, memberi diri untuk berbagi kehilangan.Di kemudian hari, ketika surat kabar memberitakan bahwa pemuda negro itu terbunuh ketika melarikan diri dari mobil polisi, Fannie menuliskan kesaksiannya ke NAACP (National Association for Advancement of Coloured People), lembaga nasional yang bergerak di bidang advokasi kulit berwarna. Ia berdiri bersaksi, gadis muda yang baru 18 tahun, bahwa tak mungkin pemuda itu melarikan diri dari mana saja, tak ada mobil polisi malam itu, tangan dan kaki pemuda itu diborgol ... Entah apa kemudian terjadi pada pemudi 18 tahun yang menulis surat kesaksiannya bagi NAACP. Tak ada catatan historis tentangnya.
Namun surat itu bersaksi baginya, bahwa keberanian untuk mengungkap kebenaran, untuk tidak berpura tak tahu, untuk tak 'kembali tidur' pernah -dan semoga masih- hidup di muka bumi ini. Keberanian yang tak disemarakkan oleh bintang jasa dan seremoni, keberanian yang berhias keikhlasan untuk pergi ke rumah sang janda, menawarkan penghiburan. Keberanian yang rendah hati. Keberanian dari seorang biasa, seperti saya dan anda. Keberanian yang ditantang dari kita semua, untuk tidak tinggal diam di hadapan ketidakadilan.
Nukilan dari "Black Workers Remember" oleh Michael Keith Honey. Penerbit University of California Press, 1999.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment